Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis.
Keadaan ini diderita pada 1 diantara 4000 - 5000 pria yang berumur kurang dari 23 tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas ( 12 - 20 tahun). Di samping itu tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio testis yang tidak dapat terdiagnosa sehingga mengakibatkan terjadinya kehilangan testis baik bilateral maupun unilateral.
Anatomi
Testis normal dibungkus oleh Tunika Albuginea. Pada permukaan anterior dan lateral. testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan viseralis langsung menempel pada testis dan di luar adalah lapisan parietalis, menempel ke muskulus dartos pada dinding skrotum.
Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos masih belum banyak jaringan penyangganya sehingga testis, epipidimis, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funikulus spermatikus. Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal.
Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan dengan kelainan sistem penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis dan menggantung pada funikulus spermatikus. Kelainan ini disebut sebagai anomali bell-clapper. Keadaan ini akan memudahkan testis mengalami torsio vaginalis.
Patogenesis
Secara fisiologis otot kremaster memiliki fungsi untuk menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum.
Terpluntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis.
Gambaran klinis dan diagnosis
Pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu dikenal sebagai akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel, atau tidak mau menyusui.
Pada pemeriksaan fisis, testis menbengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang - kadang pada torsio testis yang baru saja terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai dengan demam.
Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan telah mengalami keradangan steril.
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan memakai : stetoskop Doppler, USG Doppler, dan sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis.
Diagnosis Banding
- Pada epididimitis akut : sangat sulit sekali untuj membedakannya dengan torsio testis. Nyeri skrotum akut disertai dengan kenaikan suhu tubuh, keluarnya nanah dari uretra, ada riwayat coitus suspectus, atau pernah menjalani kateterisasi sebelumnya.
- Jika dilakukan pengangkatan testis, pada epididimitis akut akan terasa nyeri berkurang sedangkan pada torsio testis nyeri akan tetap ada yang dinamakan sebagai tanda dari Prehn. Pasien epididimis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urine didapatkan adanya leukosituria atau bakteriuria.
- Hernia skrotalis inkarserata, yang biasanya didahului dengan anamnesa didapatkan benjolan yang keluar masuk skrotum
- Hidrokel terinfeksi
- Tumor testis
- Edema skrotum yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya pembuntuan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan - kelainan yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik)
Terapi
Detorsi Manual
Adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan.
Operasi
Tujuan mengembalikan posisi operasi ke arah yang benar segera setelah itu lakukan penilaian apakah testis dalam keadaan viable atau sudah nekrosis. Jika testis hidup dapat dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral.
Orkidopeksi dilakukan dengan menggunakan benang yang tidak dapat diserap pada 3 tempat untuk mencegah supaya testis tidak terpuntir kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum merangsang terbentuknya antibodi antipserma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian hari.