Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria yang berusia 15 - 35 tahun, dan merupakan 1 - 2 % neoplasma pada pria. Akhir - akhir ini terdapat perbaikan usia harapan hidup jika dibanding dengan 40 tahun yang lalu karena sarana diagnosis yang baik, ditemukan regimen kemoterapi dan radiasi, serta teknik pembedahan yang baik. Sehingga angka mortalitasnya turun daro 50% (1970) menjadi 5% (1997).
Etiologi :
Faktor resiko terjadinya tumor testis erat kaitannya dengan :
- Maldesensus testis
- Trauma Testis
- Atrofi/Infeksi Testis
- Pengaruh Hormon
Kriptorkismus merupakan faktor resiko timbulnya karsinoma testis. Dikatakan bahwa sekitar 7 - 10% pasien karsinoma testis merupakan penderita kriptorkismus. Proses tumorigenesis pasien maldesensus 48 kali lebih banyak dari pada testis normal. Meskipun sudah dilakukan orkidopeksi, namun resiko timbulnya keganasan masih tetap ada.
Klasifikasi
Sebagian besar (95%) tumor testis primer berasal dari sel germinal dan sisanya merupakan non germinal. Tumor germinal testis ini kemudian dibagi menjadi seminoma dan non seminoma. Seminoma ini sangat berbeda dengan non seminoma (meliputi : karsinoma sel embrional, koriokarsinoma, teratoma, tumor yolk sac) hal ini dilihat dari sifat keganasannya, respon terhadap radioterapi, dan prognosis tumor. Tumor yang merupakan non germinal di antaranya adalah : tumor sel Leydig, sel Sertoli, dan gonadoblastoma.
Selain berada di dalam testis, tumor germinal juga dapat berada di luar testis yang dikenal sebagai extragonadal germ cell tumor, tempat yang paling sering dijumpai yaitu berada di mediatinum, retroperitoneum, daerah sakrokoksigeus, dan kelenjar pineal. Tumor sekunder testis (5%) terdiri dari limpoma dan leukemia infiltratif.
Stadium Tumor
Berdasarkan sistem klasifikasi TNM, penentuan T dilakukan setelah
orkidektomi berdasarkan atas pemeriksaan histopatologik seperti pada gambar 11-8.
Beberapa cara penetuan stadium klinis yang lebih sederhana dikemukakan oleh
Boden dan Gibb, yaitu stadium A atau I
untuk tumor testis yang masih terbatas pada testis, stadium B atau II untuk
tumor yang telah mengadakan penyebaran ke kelenjar regional (para aorta) dan
stadium C atau III untuk tumor yang
telah menyebar keluar dari kelenjar retroperitoneum atau telah mengadakan
metastasis supradiafragma. Stadium II dibedakan menjadi stadium IIA untuk
pembesaran limfonudi para aorta yang belum teraba, dan stadium IIB untuk
pembesaran limfonudi yang telah teraba (>10 cm).
Penyebaran
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang kemudian mengenai seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian
menyebar ke rete testis, epididimis, funikulus
spermatikus, atau bahkan ke kulit skrotum.
Tunika albuginea merupakan barier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor
testis ke organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albuginea oleh invasi
tumor membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar keluar testis.
Kecuali korio karsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal (para
aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian menuju ke kelenjar limfe mediastinal
dan supraklavikula (Gambar 11-9), sedangkan korio
karsinoma menyebar secara hematogen ke paru, hepar, dan otak.
Boden/Gibb
|
TNM
|
||
A (I)
|
T
Tis
T1
T2
T3
T4
|
Terbatas batas testis
Intratubuler
Testis dan rete testis
Menembus
tunika albuginea / epididimis
Funikulus spermatikus
Skrotum
|
|
B(II)
B1
B2
B3
|
N
N1
N2
N3
|
Peneyebaran ke kelenjar limfe regional
(retroperitoneal)
Tunggal ≤ 2 cm
Tunggal ≥ 2 cm ≤
5 cm
> 5 cm
> 10 cm
|
|
C
|
M
|
Penyebaran di atas kelenjar retroperitoneal /
metastasis hematogen
|
Sistem penderajatan karsinoma testis.
Gambaran Klinis
Penanda tumor
Gambaran Klinis
Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran
testis yang seringkali tidak nyeri. Namun 30% mengeluh nyeri dan terasa berat
pada kantung skrotum, sedang 10% mengeluh nyeri akut pada skrotum. Tidak jarang
pasien mengeluh karena merasa ada massa di perut sebelah atas (10%) karena
pembesaran kelenjar para aorta, benjolan pada kelenjar leher, dan 5% pasien
mengeluh adanya ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya
kadar β HCG di dalam sirkulasi sistemik yang banyak terdapat pada
koriokarsinoma.
Pada pemeriksaan fisis testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada palpasi, dan tidak
menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada
funikulus atau epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di abdomen,
benjolan kelenjar supraklavikuler, ataupun ginekomasti.
Penanda tumor pada karsinoma testis
germinal bermanfaat untuk membantu diagnosis, penentuan stadium tumor,
monitoring respons pengobatan, dan sebagai indikator prognosis tumor testis.
Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah:
- aFP (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh karsinoma embrional, teratokarsinoma, atau tumor yolk sac, tetapi tidak diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan seminoma murni. Penanda tumor ini mempunyai masa paruh 5-7 hari.
- HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan normal diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien koriokarsinoma, pada 40%-60% pasien karsinoma embrional, dan 5%-10% pasien seminoma murni. HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam.
Secara ringkas nilai penanda tumor pada berbagai macam jenis tumor dapat
dilihat pada tabeldi bawah
Tabel Nilai
Penanda Tumor pada Beberapa Jenis Tumor Testis
Seminoma
|
Non Seminoma
|
||
Non Chorio Ca
|
Chorio Ca
|
||
a FP
|
-
|
40-70%
|
-
|
b HCG
|
7%
|
25-60%
|
100%
|
Pencitraan
Pemeriksa ulltrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan dengan jelas lesi
intra atau ekstratestikuler dan massa padat atau kistik. Namun ultrasonografi
tidak dapat mempelihatkan tunika albuginea, sehingga tidak dapat dipakai untuk
menentukan penderajatan tumor testis. Berbeda halnya dengan ultrasonografi, MRI
dapat mengenali tunika albuginea secara terperinci sehingga dapat dipakai untuk
menentukan luas ekstensi tumor testis.
Pemakaian CT scan berguna untuk menentukan ada tidaknya metastasis
pada retroperitoneum. Sayangnya pemeriksaan CT tidak mampu mendeteksi
mikrometastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal.
Penatalaksanaan
Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis,
karena itu untuk penegakan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus diambil
dari orkidektomi. Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan
inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus spermatikus sampai anulus
inguinalis internus. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak diperbolehkan
karena ditakutkan akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran.
Dari hasil pemeriksaan patologi
dapat dikategorikan antara seminoma dan non seminoma. Jenis seminoma memberikan
respon yang yang cukup baik terhadap radiasi sedangkan jenis non seminoma tidak
sensitif. Oleh karena itu radiasi eksterna dipakai sebagai ajuvan terapi pada
seminoma testis. Pada non seminoma yang belum melewat stadium III dilakukan
pembersihan kelenjar retroperitoneal atau retroperitoneal lymphnode
disection (RPLND). Tindakan diseksi kelenjar pada pembesaran aorta
yang sangat besar didahului dengan pemberian sitostatika terlebih dahulu dengan
harapan akan terjadi downstaging dan ukuran tumor akan mengecil.
Sitostatika yang diberikan di berbagai klinik tidak sama. Di beberapa klinik diberikan
kombinasi regimen PVB (Sisplatinum,
Vinblastin, dan Bleomisin).
Sumber : Buku Urologi Basuki
Sumber : Buku Urologi Basuki
No comments:
Post a Comment