Tumor Testis

Wednesday, May 30, 2012
Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria yang berusia 15 - 35 tahun, dan merupakan 1 - 2 % neoplasma pada pria. Akhir - akhir ini terdapat perbaikan usia harapan hidup jika dibanding dengan 40 tahun yang lalu karena sarana diagnosis yang baik, ditemukan regimen kemoterapi dan radiasi, serta teknik pembedahan yang baik. Sehingga angka mortalitasnya turun daro 50% (1970) menjadi 5% (1997).

Etiologi :
Faktor resiko terjadinya tumor testis erat kaitannya dengan :
  1. Maldesensus testis
  2. Trauma Testis
  3. Atrofi/Infeksi Testis
  4. Pengaruh Hormon
Kriptorkismus merupakan faktor resiko timbulnya karsinoma testis. Dikatakan bahwa sekitar 7 - 10% pasien karsinoma testis merupakan penderita kriptorkismus. Proses tumorigenesis pasien maldesensus 48 kali lebih banyak dari pada testis normal. Meskipun sudah dilakukan orkidopeksi, namun resiko timbulnya keganasan masih tetap ada.

Klasifikasi
Sebagian besar (95%) tumor testis primer berasal dari sel germinal dan sisanya merupakan non germinal. Tumor germinal testis ini kemudian dibagi menjadi seminoma dan non seminoma. Seminoma ini sangat berbeda dengan non seminoma (meliputi : karsinoma sel embrional, koriokarsinoma, teratoma, tumor yolk sac) hal ini dilihat dari sifat keganasannya, respon terhadap radioterapi, dan prognosis tumor. Tumor yang merupakan non germinal di antaranya adalah : tumor sel Leydig, sel Sertoli, dan gonadoblastoma.
Selain berada di dalam testis, tumor germinal juga dapat berada di luar testis yang dikenal sebagai extragonadal germ cell tumor, tempat yang paling sering dijumpai yaitu berada di mediatinum, retroperitoneum, daerah sakrokoksigeus, dan kelenjar pineal. Tumor sekunder testis (5%)  terdiri dari limpoma dan leukemia infiltratif.

Stadium Tumor

Berdasarkan sistem klasifikasi TNM, penentuan T dilakukan setelah orkidektomi berdasarkan atas pemeriksaan histopatologik seperti pada gambar 11-8.
Beberapa cara penetuan stadium klinis yang lebih sederhana dikemukakan oleh Boden dan Gibb, yaitu stadium A atau I untuk tumor testis yang masih terbatas pada testis, stadium B atau II untuk tumor yang telah mengadakan penyebaran ke kelenjar regional (para aorta) dan stadium C atau III  untuk tumor yang telah menyebar keluar dari kelenjar retroperitoneum atau telah mengadakan metastasis supradiafragma. Stadium II dibedakan menjadi stadium IIA untuk pembesaran limfonudi para aorta yang belum teraba, dan stadium IIB untuk pembesaran limfonudi yang telah teraba (>10 cm).

Penyebaran
Tumor testis  pada mulanya berupa lesi intratestikuler  yang kemudian mengenai seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rete testis, epididimis, funikulus
spermatikus, atau bahkan ke kulit skrotum.  Tunika albuginea merupakan barier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albuginea oleh invasi tumor membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar keluar testis.
Kecuali korio karsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian menuju ke kelenjar limfe mediastinal dan supraklavikula (Gambar 11-9), sedangkan korio karsinoma menyebar secara  hematogen ke paru, hepar, dan  otak.

Boden/Gibb
TNM


A (I)
T
Tis
T1
T2

T3
T4
Terbatas batas testis
Intratubuler
Testis dan rete testis
Menembus tunika albuginea / epididimis
Funikulus spermatikus
Skrotum
B(II)
B1


B2
B3
N
N1
N2


N3
Peneyebaran ke kelenjar limfe regional (retroperitoneal)
Tunggal ≤ 2 cm
Tunggal ≥ 2 cm  ≤ 5 cm

> 5 cm
> 10 cm


C
M
Penyebaran di atas kelenjar retroperitoneal / metastasis hematogen


 Sistem penderajatan karsinoma testis. 

Gambaran Klinis

Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran testis yang seringkali tidak nyeri. Namun 30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10% mengeluh nyeri akut pada skrotum. Tidak jarang pasien mengeluh karena merasa ada massa di perut sebelah atas (10%) karena pembesaran kelenjar para aorta, benjolan pada kelenjar leher, dan 5% pasien mengeluh adanya ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya kadar β HCG di dalam sirkulasi sistemik yang banyak terdapat pada koriokarsinoma.
Pada pemeriksaan fisis testis terdapat benjolan padat  keras, tidak nyeri pada palpasi, dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada funikulus atau epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan kelenjar supraklavikuler, ataupun ginekomasti.

Penanda tumor 

Penanda tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membantu diagnosis, penentuan stadium tumor, monitoring respons pengobatan, dan sebagai indikator prognosis tumor testis.

Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah:
  • aFP (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh karsinoma embrional, teratokarsinoma, atau tumor yolk sac, tetapi tidak diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan seminoma murni. Penanda tumor ini mempunyai masa paruh 5-7 hari.
  • HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan normal diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien koriokarsinoma, pada 40%-60% pasien karsinoma embrional, dan 5%-10% pasien seminoma murni. HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam.
Secara ringkas nilai penanda tumor pada berbagai macam jenis tumor dapat dilihat pada tabeldi bawah
Tabel  Nilai Penanda Tumor pada Beberapa Jenis Tumor Testis


Seminoma
Non Seminoma

Non Chorio Ca
Chorio Ca
a FP
             -
       40-70%
              -
b HCG
           7%
       25-60%
         100%

 

Pencitraan

Pemeriksa ulltrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan dengan jelas lesi intra atau ekstratestikuler dan massa padat atau kistik. Namun ultrasonografi tidak dapat mempelihatkan tunika albuginea, sehingga tidak dapat dipakai untuk menentukan penderajatan tumor testis. Berbeda halnya dengan ultrasonografi, MRI dapat mengenali tunika albuginea secara terperinci sehingga dapat dipakai untuk menentukan luas ekstensi tumor testis.
Pemakaian CT scan berguna untuk menentukan ada tidaknya metastasis pada retroperitoneum. Sayangnya pemeriksaan CT tidak mampu mendeteksi mikrometastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal.
Penatalaksanaan

Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis, karena itu untuk penegakan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus diambil dari orkidektomi. Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus spermatikus sampai anulus inguinalis internus. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak diperbolehkan karena ditakutkan akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran.
 Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan non seminoma. Jenis seminoma memberikan respon yang yang cukup baik terhadap radiasi sedangkan jenis non seminoma tidak sensitif. Oleh karena itu radiasi eksterna dipakai sebagai ajuvan terapi pada seminoma testis. Pada non seminoma yang belum melewat stadium III dilakukan pembersihan kelenjar retroperitoneal atau retroperitoneal lymphnode disection (RPLND). Tindakan diseksi kelenjar pada pembesaran aorta yang sangat besar didahului dengan pemberian sitostatika terlebih dahulu dengan harapan akan terjadi downstaging dan ukuran tumor akan mengecil. Sitostatika yang diberikan di berbagai klinik tidak sama. Di beberapa klinik diberikan kombinasi regimen PVB (Sisplatinum, Vinblastin, dan Bleomisin). 

Sumber : Buku Urologi Basuki












                                                


Medical Faculty of Gadjah Mada, Yogya, Indonesia

Wednesday, January 25, 2012